• UGD 24/7
  • Jl. Cempaka Putih Tengah I/1
  • +6221 4280 1567 & +6221 4250451
  • Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
You are here:RSIJCP/Pusat Informasi/Artikel/Ayo Hadapi Depresi Pada Pasien Kanker

Ayo Hadapi Depresi Pada Pasien Kanker

Jumat, 15 Maret 2013 17:18 WIB
17534

Bagaimanakah sebenarnya harapan Pasien kanker yang mencari kesembuhan ke dokter? Diagnosis kanker  sering dianggap vonis kematian oleh pasien. Kondisi emosi yang terburuk yang selalu ditemui pada pasien penyakit kanker adalah perasaan takut. Hal ini sangat beralasan dan sepenuhnya gampang dimengerti. Tingkat ketakutan yang terjadi sangat tinggi dan melebihi seluruh jenis penyakit yang ada. Mengapa demikian? Pasien yang divonis mengidap kanker dihadapkan bukan hanya atas kemungkinan hidup yang kecil, namun juga penderitaan fisik dan psikis yang berkepanjangan.

Pada umumnya pasien kanker merasa dekat  dengan kematian, maka kondisi ini menimbulkan tekanan fikiran lanjutan  atau stress  bahkan depresi bagi pasien . Ada 5 macam fase reaksi manusia bila ia dihadapkan dengan kematian. Fase pertama adalah Penyangkalan . Umumnya orang ini akan berkata “Saya baik-baik saja koq. Ini diagnosa yang salah.” Sikap ini biasanya temporer saja. Fase kedua, orang ini akan Marah, dan berkata “Mengapa saya?” Fase ketiga, bersikap Menawar. “Saya rela mati, tetapi kalau boleh berikan saya waktu sedikit...” Fase keempat, Depresi. Orang ini akan menyendiri, tidak berkomunikasi, tidak merasakan cinta maupun perhatian yang diberikan orang di sekelilingnya. Pada saat ini tidak ada gunanya menghibur pasien ini. Ia perlu berdamai dengan dirinya sendiri. Fase terakhir adalah Menerima, di mana pasien akan berkata “Baiklah, saya akan hadapi dengan sebaik-baiknya.” Fase-fase di atas tadi tidak selalu secara teratur dilalui, dapat saja dilampaui dengan cepat dari fase 1 ke 4 misalnya, tergantung dari kondisi psikis pasien.

Pengamatan dilakukan terhadap sejumlah pasien kanker payudara yang telah melalui proses mastektomi untuk melihat perkembangan mereka. Pengamatan menunjukkan bahwa ada 4 kategori kondisi para pasien yaitu pasien yang berjuang untuk kesembuhan, pasien yang “menyangkal” bahwa kondisinya buruk, pasien yang “pasrah” akan keadaan kesehatannya, dan terakhir adalah pasien yang tidak lagi berharap sembuh. Dalam waktu 5-10 tahun kemudian survey menunjukkan bahwa 80% dari golongan pertama yaitu yang berjuang untuk kesembuhannya benar benar  sembuh dan hanya 20% dari group terakhir yang tidak berharap sembuh menjadi sembuh.

Penelitian lainnya juga menunjukkan fenomena yang sangat menarik: 15-20% pasien kanker secara sadar atau tidak sadar berharap untuk mati, 60-70% dari mereka berharap untuk sembuh tetapi hanya pasif dan berharap agar para dokter saja yang bekerja menyembuhkannya. Sisanya 15-20% pasien adalah pasien pasien  yang tidak ingin menjadi korban penyakit ini, yang secara aktif terus menerus mencari cara penyembuhan yang mungkin, tidak selalu menuruti saran para dokter, ingin mengontrol dirinya sendiri, rajin bertanya. Pasien pasien yang tidak kooperatif dan susah diatur, pada umumnya memiliki kemungkinan sembuh yang tinggi. Mereka ini memiliki system kekebalan tubuh yang tinggi akibat dari sikapnya tadi.

Seperti yang pernah dikatakan oleh ahli filosofi Plato, “Tidak ada gunanya mengobati badan tanpa mengobati fikirannya”. Pemikiran ini sangat mengena terutama pada para pasien penyakit berat, termasuk didalamnya pasien kanker. Badan yang sakit akan mempengaruhi fikiran dan sebaliknya juga demikian. Badan yang sehat juga akan berpengaruh menyehatkan fikiran dan demikian juga sebaliknya.

Ilmu pengetahuan juga membuktikan bahwa kondisi emosional seseorang akan mempengaruhi tingkat kekebalan tubuh manusia. Orang yang berada pada tingkat emosional yang rapuh akan lebih cepat tertularkan penyakit, karena tingkat kekebalan tubuhnya menurun akibat kondisi emosi yang buruk tadi. Kondisi emosi yang positif, penuh pengharapan, akan meningkatkan daya tahan tubuh kita, sedangkan sikap negatif, takut, dan pasrah, akan menurunkan daya kekebalan tubuh.

Perubahan kondisi emosi ini akan diteruskan didalam rangkaian proses biokimia di dalam badan kita. Hal yang sebaliknya juga terjadi, di mana perbaikan sel-sel ditubuh kita akan juga dapat memperbaiki tingkat emosional dan fikiran kita. Dengan pemahaman diatas, pengobatan yang menyeluruh adalah merupakan cara penyembuhan yang perlu diupayakan, di mana keduanya diperbaiki dalam waktu yang bersamaan.

Untuk itu pemahaman akan kondisi psikis yang terjadi bagi penderita penyakit berat ini perlu diketahui, bukan saja oleh para penderita, tetapi juga bagi keluarga, orang disekelilingnya dan tim kesehatan  atau orang yang turut membantu penyembuhan pasien ini.

BAGAIMANA CARA MENGHADAPI HAL INI?

Fakta bahwa sebagian besar kanker dapat disembuhkan baik dengan operasi, khemoterapi, radioterapi, terapi hormonal maupun terapi target spesifik perlu diketahui pasien. Pada saat yang sama juga diharapkan pasien dapat memperbaiki kondisi fisiknya dengan mengkonsumsi nutrisi yang baik dan maksimal, mengkonsumsi bahan bahan  atau obat penyembuh dan sebaliknya sudah menghindari sumber atau potensi penyakit yang diidapnya berupa lingkungan yang tidak sehat, nutrisi yang toxic dsb, sehingga proses penyembuhan terjadi secara parallel antara fisik dan psikis.

Depresi yang cukup parah juga dapat  terjadi pada kurang lebih 25% pasien kanker, menimbulkan penderitaan yang lebih berat, memperlemah fungsi organ-organ tubuh, dan pada gilirannya mengacaukan jadwal pengobatan.

Yang perlu dilakukan adalah mencermati kalau-kalau muncul gejala depresi seperti yang tercantum di bawah. Jika memang ada dan tidak hilang dalam waktu dua minggu, bicarakanlah dengan dokter yang merawat Anda. Dokter akan memberikan obat antidepresan, konseling, terkadang juga terapi lain.

Gejala Yang Harus Dicermati:

  • Perasaan sedih dan kosong sepanjang hari.
  • Kehilangan minat/kegembiraan melakukan hal-hal yang pernah disenangi.
  • Gangguan pola makan (kehilangan selera atau justru makan berlebihan), atau perubahan berat badan yang cukup mencolok.
  • Gangguan pola tidur (sulit tidur, mudah terbangun, atau tidur berlebihan).
  • Tampak kuyu dan gerak-geriknya semakin lamban.
  • Perasaan letih dan lemah setiap hari.
  • Perasaan bersalah, tak berharga, dan tak berdaya.
  • Kesulitan berkonsentrasi, mengingat sesuatu, atau mengambil keputusan.
  • Pemikiran ke arah kematian atau bunuh diri.
  • Perubahan mood yang ekstrim, dari depresi menjadi kemarahan atau sangat bersemangat.

Saran untuk Pasien :

  • Membicarakan perasaan-perasaan atau ketakutan-ketakutan yang ada. Merasa sedih atau frustrasi itu normal kok.
  • Saling mendengarkan dengan sungguh-sungguh, dan memutuskan bersama apa yang bisa dilakukan untuk saling meringankan.
  • Mendorong, tetapi bukan memaksa, untuk saling bersikap terbuka.
  • Mencari bantuan melalui konseling atau support group.
  • Berdoa, bermeditasi, atau melakukan upaya spiritual lain.
  • Melakukan relaksasi beberapa kali sehari. Pejamkan mata, tarik nafas dalam-dalam, pusatkan perhatian pada bagian-bagian tubuh, lemaskan mulai dari ujung kaki sampai ujung kepala. Bayangkan  berada di tempat yang sangat menyenangkan dan sangat kita  sukai.
  • Membicarakannya dengan dokter yang merawat Anda, psikolog, psikiater, atau penasehat spiritual.

Saran  Untuk Pendamping:

  • Mengajak penderita mengungkapkan perasaan-perasaan maupun apa yang dipikirkannya, tetapi jangan memaksa.
  • Dengarkan pembicaraannya baik-baik. Boleh saja memberikan komentar atau menyatakan pendapat lain, tetapi jangan menghakimi.
  • Hindari menyuruhnya secara langsung untuk “bergembira” saat ia sedang merasa tertekan atau sangat sedih.
  • Putuskan bersama apa yang bisa dilakukan untuk membuat situasinya lebih baik.
  • Jangan mengajaknya beradu argumen jika ketakutan, kegelisahan, atau depresinya cukup parah. Lebih baik ajaklah ke dokter atau berikan bantuan lain.
  • Libatkan pasien  dalam aktivitas sehari-hari yang bisa dinikmatinya.
  • Jika pasien  minum obat antidepresan, doronglah ia terus meminumnya sampai kondisinya membaik, biasanya perlu waktu 2-4 minggu, atau bantulah mencari alternatif pengobatan lain jika kondisinya tidak kunjung membaik.
  • Pendamping juga bisa mengalami depresi. Jadi semua saran di atas berlaku juga untuk pendamping atau keluarga.

Keyakinan pasien yang kuat untuk sembuh, terapi  medis, gizi yang baik, dukungan keluarga dan tentu saja keyakinan agama serta dukungan  dari tim kesehatan yang merawatnya akan memperkuat daya tahan tubuh pasien untuk mencapai kesembuhan.

(Diambil dari beberapa sumber,Ina )

 

 

 

Tagged under

Terakreditasi Nomor: LARSI/SERTIFIKAT/096/02/2023

Lulus Tingkat Paripurna      

Bekerja Sebagai Ibadah Ihsan Dalam Pelayanan

Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih

  • Jl. Cempaka Putih Tengah I/1, Jakarta Pusat, Indonesia 10510
  • +6221 4280 1567
  • +6221 425 0451
  • rsijpusat@rsi.co.id

Pendaftaran Pasien Rawat Jalan Khusus BPJS

Pendaftaran Rawat Jalan Pasien Umum, Jaminan Perusahaan & Asuransi

© 2018-2024. Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih