You are here:RSIJCP/Pusat Informasi/Artikel/Mengubah Cara Pandang dengan Melihat Disabilitas dari Sisi Potensi, Bukan Batasan

Mengubah Cara Pandang dengan Melihat Disabilitas dari Sisi Potensi, Bukan Batasan

Diterbitkan di Artikel
Rabu, 03 Desember 2025
Terakhir diubah pada Rabu, 03 Desember 2025 12:27
21 kali

Isu disabilitas masih sering disalahpahami. Banyak orang menganggap disabilitas hanya sebatas kondisi fisik yang terlihat, padahal spektrumnya sangat luas.

Apa Itu Disabilitas?

Menurut konsep kesehatan modern, disabilitas bukan sekadar “keterbatasan tubuh”, tetapi kondisi ketika seseorang mengalami hambatan dalam melakukan aktivitas tertentu akibat faktor fisik, sensorik, intelektual, mental, atau lingkungan.

Beberapa poin penting:

  1. Disabilitas Bukan Identitas Seseorang
    Seseorang memiliki disabilitas, bukan menjadi disabilitas. Contoh yang tepat: “orang dengan disabilitas” (ODD) bukan “orang cacat”.
  1. Disabilitas Muncul Karena Kombinasi Faktor
    Tidak hanya karena kondisi medis, tetapi juga faktor lingkungan:
  • Bangunan yang tidak aksesibel
  • Tidak adanya alat bantu
  • Stigma sosial

Cerita berbeda jika lingkungan mendukung, banyak penyandang disabilitas bisa berfungsi optimal dan mandiri.

  1. Disabilitas Bersifat Spektrum
    Tidak semua disabilitas bersifat berat atau terlihat jelas. Ada yang ringan, sementara, atau bahkan tidak disadari masyarakat.
  1. Disabilitas Tidak Selalu Identik Dengan Ketidakmampuan
    Banyak penyandang disabilitas yang bekerja, berkarya, dan berprestasi, terutama bila mendapat akses dan dukungan yang sesuai.

Miskonsepsi Masyarakat tentang Disabilitas

Miskonsepsi atau mispersepsi sering terjadi karena kurangnya edukasi dan pemahaman yang tepat. Beberapa hal yang umum ditemui:

  1. Menganggap disabilitas sama dengan kecacatan permanen
    Padahal banyak kondisi bersifat sementara atau bisa membaik dengan pengobatan.
  1. Hanya mengenali disabilitas yang terlihat
    Misalnya kursi roda atau kebutaan total. Sementara disabilitas yang “tidak terlihat” seperti disleksia, gangguan pendengaran ringan, atau kondisi mental sering dianggap remeh.
  1. Mengasihani atau meremehkan penyandang disabilitas
    Dua ekstrem yang sama-sama salah. Ada yang menyepelekan kemampuan mereka, ada pula yang menganggap mereka “pantas dikasihani”.
  1. Menyalahkan individu
    Contoh: “Kalau rajin terapi pasti sembuh” atau “Ini gara-gara waktu kecil kurang dijaga.” Padahal banyak disabilitas disebabkan faktor genetik, cedera, atau kondisi medis intrinsik.
  1. Menganggap disabilitas sebagai beban
    Padahal banyak penyandang disabilitas sangat mandiri dan mampu berkontribusi secara produktif.

Disabilitas yang Sering Dianggap “Sehat” atau Normal oleh Masyarakat

Ada banyak kondisi yang termasuk disabilitas, tetapi tidak disadari oleh masyarakat karena tidak tampak jelas.

  1. Disleksia
    Anak terlihat “lambat membaca”, padahal itu gangguan neurologis yang membutuhkan metode belajar khusus.
  1. ADHD atau gangguan fokus
    Sering dianggap “nakal”, “tidak bisa diam”, atau “pemalas”, padahal itu kondisi medis nyata.
  1. Gangguan pendengaran ringan
    Banyak orang tidak sadar bahwa seseorang “susah mendengar”, bukan “susah fokus”.
  1. Masalah penglihatan ringan hingga sedang
    Minus berat atau low vision sering dianggap “cuma pakai kacamata”, padahal termasuk bentuk disabilitas sensorik.
  1. Depresi atau gangguan kecemasan
    Orang sering melihatnya sebagai “baper” atau “kurang bersyukur”, padahal itu merupakan disabilitas mental bila sudah menghambat aktivitas sehari-hari.
  1. Arthritis atau nyeri sendi kronis
    Tampak normal secara fisik, tetapi bisa membatasi mobilitas dan termasuk kategori disabilitas fisik.
  1. Epilepsi
    Sering tidak terlihat sampai seseorang kambuh. Namun, kondisi ini mempengaruhi aktivitas dan lingkungan sosial.

Kesamaan dari semua kondisi tersebut adalah tidak selalu terlihat secara fisik, tetapi tetap menyebabkan hambatan dalam aktivitas.

Tidak Semua Disabilitas Bersifat Permanen

Inilah salah satu hal yang paling sering disalahpahami. Disabilitas tidak selalu berarti seumur hidup. Beberapa dapat disembuhkan, dipulihkan, atau ditingkatkan fungsinya dengan pengobatan dan terapi.

Contoh disabilitas yang dapat membaik atau sembuh:

  • Katarak → sembuh dengan operasi
  • Gangguan pendengaran konduktif ringan → sembuh dengan pengobatan/operasi
  • Cedera otot atau patah tulang → pulih dengan rehabilitasi
  • Depresi atau kecemasan → pulih dengan terapi dan obat
  • Gangguan wicara akibat artikulasi → membaik melalui terapi wicara

Contoh disabilitas yang tidak dapat sepenuhnya disembuhkan tetapi bisa meningkat fungsinya:

  • Cerebral Palsy, gangguan gerak dan postur akibat kerusakan otak sejak masa kehamilan atau awal kehidupan.
  • Down Syndrome, kelainan genetik akibat kelebihan kromosom 21. Kondisi ini menyebabkan ciri fisik khas serta keterlambatan perkembangan.
  • Tuli atau buta bawaan, kehilangan pendengaran atau penglihatan sejak lahir karena faktor genetik atau gangguan perkembangan.
  • Schizophrenia gangguan mental kronis yang memengaruhi persepsi dan cara berpikir seseorang, ditandai halusinasi, delusi, serta gangguan fungsi sosial
  • Disleksia adalah gangguan belajar spesifik yang memengaruhi kemampuan membaca dan memproses bahasa, tanpa memengaruhi kecerdasan.

Kuncinya bukan “sembuh total atau tidak”, melainkan penanganan yang tepat sesuai jenis disabilitasnya.

Lebih Aware, Lebih Peduli, Lebih Inklusif

Di Hari Disabilitas maupun hari-hari biasa, penting untuk:

  1. Lebih aware terhadap kesehatan diri sendiri
  2. Peduli dan empati kepada orang dengan disabilitas
  3. Tidak memandang disabilitas sebagai “kecacatan permanen”
  4. Dorong penyandang disabilitas mengakses pengobatan sesuai kebutuhannya

Disabilitas bukan akhir dari kemampuan seseorang, bukan pula tanda kelemahan. Dengan pemahaman yang tepat, masyarakat dapat menjadi lebih inklusif dan empatik. Dukungan, akses, dan kesadaran akan membuat penyandang disabilitas mampu hidup lebih mandiri, produktif, dan bermartabat.

Share ke Media Sosial

Pendaftaran Rawat Jalan

Promo Layanan. *baca syarat dan ketentuan berlaku
  • Rumah Sakit Islam Jakarta adalah perwujudan dari Iman sebagai amal shaleh kepada ALLAH SWT dan menjadikannya sebagai sarana ibadah.
    RS Islam Jakarta Cempaka Putih
Rekanan RS Islam Jakarta Cempaka Putih #Asuransi #BUMN #BUMD #Perusahaan

Terakreditasi Nomor. LARSI/SERTIFIKAT/096/02/2023

Lulus Tingkat Paripurna      

Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih

  • Jl. Cemp. Putih Tengah I No.1, RT.11/RW.5, Cempaka Putih Timur, Kecamatan Cempaka Putih, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 10510
  • +6221 4280 1567
  • +6221 425 0451
  • rsijpusat@rsi.co.id

Pendaftaran Pasien Rawat Jalan Khusus BPJS

Pendaftaran Rawat Jalan Pasien Umum, Jaminan Perusahaan & Asuransi

  • +6221 425 0451 ext. 6508

Visitors

© 2018-2024. Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih