Di era serba cepat dan penuh distraksi, anak muda kerap dituntut untuk multitasking: kuliah, kerja, scrolling media sosial, hingga urusan pribadi. Contohnya, lagi ngerjain tugas sambil buka YouTube nyari materi, chat-an di WhatsApp, scrolling TikTok, bahkan sambil dengerin musik sudah jadi hal biasa. Namun, dibalik kemampuan serba bisa itu, banyak yang mengaku sering merasa pikirannya “berkabut” atau sulit fokus, hingga berujung mengeluh “kok otak aku gampang blank, ya?”. Fenomena inilah yang disebut dengan brain fog.
Brain Fog sebenarnya bukanlah penyakit atau istilah medis, melainkan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi ketika pikiran terasa “berkabut”. Beberapa gejala yang terlihat ketika seseorang mengalami brain fog, antara lain:
Beberapa factor yang berkontribusi terhadap munculnya fenomena ini, khususnya pada generasi muda, antara lain:
Paparan informasi simultan dari berbagai platform digital membuat otak bekerja ekstra. Hal ini dapat meningkatkan beban kognitif (cognitive load) sehingga fungsi atensi dan memori jangka pendek menurun.
Kurang tidur akibat gaya hidup (begadang, penggunaan gawai hingga larut malam, binge-watching) mengganggu proses konsolidasi memori dan pemulihan saraf di otak. Secara Neurofisiologis, tidur merupakan fase penting dalam restorasi fungsi kognitif.
Tekanan akademik, target karir, serta kompetisi sosial dapat memicu aktivitas sistem stress kronis. Kelebihan hormon stress seperti kortisol dalam jangka panjang berhubungan dengan penurunan fungsi hippocampus yang berperan dalam memori.
Cahaya biru dari perangkat digital menghambat produksi melatonin, hormone pengatur siklus tidur, sehingga kualitas tidur menurun.
Konsumsi berlebih makanan tinggi gula, kafein, serta makanan olahan dapat memicu fluktuasi kadar glukosa darah yang berimbas pada kestabilan energi otak. Sebaliknya, kurangnya asupan mikronutrien (seperti vitamin B, omega-3, dan mineral) juga berpengaruh terhadap fungsi kognitif.
Meski terdengar sepele, brain fog dapat mengurangi produktivitas, menghambat pengambilan keputusan, dan menurunkan kepercayaan diri. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat menjadi “red flag” adanya kelelahan kognitif, gangguan tidur kronis, atau stres berkepanjangan yang memerlukan perhatian medis lebih lanjut.
Strategi Mengatasi Brain Fog
Pendekatan preventif dan korektif dapat dilakukan melalui:
Fenomena ini di kalangan anak muda mencerminkan gaya hidup modern yang serba cepat namun kurang seimbang. Menyadari tanda-tandanya sejak dini penting agar otak tetap sehat dan produktif. Ingat, generasi muda adalah generasi produktif, jangan biarkan kabut tipis di kepala menghalangi potensi besar yang dimiliki.
© 2018-2024. Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih
Admin
Keluhan, Kritik dan Saran
Keluhan, Kritik dan Saran (Senin-Jum'at: 08.00-16.00 WIB) Diluar jam mohon maaf bila lambat merespon..
07:00Informasi
Medical Check Up
Info dan Pendaftaran Medical Check Up.
07:00Pendaftaran Rawat Jalan
Khusus Pasien BPJS
Pendaftaran Pasien Rawat Jalan Khusus Pasien BPJS (booking maksimal H-1. Baca syarat dan ketentuan.
07:00Pendaftaran Rawat Jalan
Pribadi, Asuransi, dan Perusahaan
Pasien Rawat Jalan dengan Jaminan Pribadi, Asuransi, dan Perusahaan.
07:00