• UGD 24/7
  • Jl. Cempaka Putih Tengah I/1
  • +6221 4280 1567 & +6221 4250451
  • Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
You are here:RSIJCP/Pusat Informasi/Artikel/Bila Rhesus Ibu dan Bayi Berbeda

Bila Rhesus Ibu dan Bayi Berbeda

Selasa, 14 Februari 2012 17:25 WIB
29681

Salah satu yang menjadi keinginan banyak wanita adalah mengandung, melahirkan dan membesarkan anak. Pada kenyataannya, banyak pasangan yang sangat mengharapkan memiliki keturunan, namun tidak sedikit yang harus menemukan wanita mengalami keguguran berulang atau bayi lahir mati. Penyebab keguguran berulang dan bayi lahir mati sangat banyak, salah satunya ialah ketidakcocokan rhesus antara ibu dan bayinya (rhesus inkompatibilitas).

Di dunia medis dikenal banyak cara untuk penggolongan darah. Namun yang biasanya dipertimbangkan yaitu sistem ABO dan faktor rhesus. Biasanya masyarakat Indonesia cukup akrab dengan sistem ABO, yaitu penggolongan darah yang terdiri dari golongan darah A, B, AB dan O. Tapi mengenai faktor rhesus, masih sedikit sekali masyarakat kita yang mengetahuinya, padahal faktor rhesus merupakan bagian penting dalam darah.

Rhesus, merupakan penggolongan atas ada atau tidak adanya antigen-D. Antigen-D pertama dijumpai pada sejenis kera yaitu Kera Rhesus pada tahun 1937, dari kera inilah sebutan rhesus diambil. Orang yang dalam darahnya mempunyai antigen-D disebut rhesus positif, sedang orang yang dalam darahnya tidak dijumpai antigen-D, disebut rhesus negatif.

Di sekitar kita, kasus kehamilan dengan rhesus negatif ternyata cukup banyak dijumpai. Umumnya ditemukan pada orang asing atau orang yang mempunyai garis keturunan asing seperti Eropa dan Arab, walaupun bukan keturunan langsung. Ada juga orang yang tidak mempunyai riwayat keturunan asing, namun jumlahnya tidak banyak.

Pada masa-masa awal dilakukan transfusi darah, selama masih dalam golongan yang sama, tidak dianggap masalah. Padahal, bila terjadi ketidak cocokan rhesus, dapat terjadi pembekuan darah yang berakibat fatal, yaitu kematian penerima darah. Dengan kemajuan teknologi skrining darah, maka sekarang ketidak cocokan rhesus dalam transfusi hampir bisa dikatakan tidak ada lagi. Orang-orang dengan rhesus negatif mempunyai sejumlah kesulitan karena diseluruh dunia ini, karena relatif lebih sedikit jumlahnya. Pada orang kulit putih, rhesus negatif hanya sekitar 15%, pada orang kulit hitam sekitar 8%, dan pada orang asia bahkan hampir seluruhnya merupakan orang dengan rhesus positif.

Sel pembatas plasenta yang memisahkan sirkulasi darah ibu dan janin memiliki pori yang teramat kecil, sehingga darah tak dapat melaluinya, karena ukuran sel darah yang lebih besar. hal ini mencegah mengalirnya darah ibu ke janin, atau sebaliknya. Namun karena ukuran antibodi yang teramat kecil, antibodi dapat melewati sel pembatas ini dan memasuki sirkulasi darah bayi, dan menjalankan tugasnya.

Ibu dan janin mempunyai sirkulasi darah masing-masing yang terpisah. Aliran darah bertemu dekat dengan plasenta, yang hanya dipisahkan oleh sehelai sel tipis. Hal ini memungkinkan adanya kebocoran kecil darah janin kedalam sirkulasi darah ibu, sehingga darah ibu tercampur sedikit darah janin. Bila seorang wanita dengan rhesus negatif mengandung bayi dengan rhesus positif, berarti darah janin yang mengandung antigen-D, masuk ke dalam darah ibu yang tidak mengandung antigen-D. Karena perbedaan ini, tubuh ibu mengisyaratkan adanya benda asing yang masuk dalam darah. Tubuh ibu kemudian memproduksi antibodi untuk menghancurkan benda asing yang beredar dalam darah tersebut.

Produksi antibodi ini sama seperti produksi antibodi kebanyakan manusia bila ada zat asing dalam tubuh, seperti misalnya produksi antibodi ketika seseorang diimunisasi cacar. Sehingga sekali antibodi tercipta, maka antibodi ini akan ada seumur hidup. Produksi antibodi ini untuk melindungi ibu agar bila zat asing itu muncul kembali, maka tubuh ibu dapat menyerang dan menghancurkanya, untuk keselamatan sang ibu sendiri. Produksi antibodi ini sangat lambat, karena itu masalah ketidak cocokan rhesus sangat jarang dijumpai pada kehamilan pertama, karena antibodi belum terbentuk kecuali pada kasus tertentu. Misalnya ibu sudah mempunyai antibodi akibat dari transfusi darah yang mengandung antigen-D sebelumnya. Kalaupun telah terjadi kebocoran darah janin, maka jumlah antibodi tersebut belum cukup membahayakan janin. Akibat yang sering terjadi karena kebocoran pada kehamilan pertama terhadap bayi adalah bayi menjadi kuning setelah dilahirkan. Pada kehamilan kedua dan berikutnya, bila ibu kembali mengandung bayi dengan rhesus positif, antibodi yang telah terbentuk akan mengenali darah bayi sebagai zat asing. Mereka menjalankan tugasnya dengan menyerang zat tersebut, yang mengakibatkan kerusakan sel darah merah bayi. Hal ini yang sering mengakibatkan keguguran atau kematian janin berulang.

Walaupun tidak selalu ada masalah, akan tetap ada penanganan kehamilan dengan rhesus negatif secara khusus. Seorang wanita dengan rhesus negatif pada pemeriksaan kehamilan pertama akan diperiksa darahnya untuk memastikan jenis rhesus darah dan melihat apakah telah tercipta antibodi. Bila belum tercipta antibodi, maka pada usia kehamilan 28 minggu dan dalam 72 jam setelah persalinan akan diberikan injeksi anti-D (Rho) immunoglobulin, atau biasa juga disebut RhoGam. Bila kehamilan tanpa injeksi mempunyai peluang untuk selamat hanya 5%, Injeksi ini akan mengurangi resiko hingga 1%. Bahkan bila digunakan dengan tepat, bisa mengurangi resiko hingga 0.07% (yang berarti peluang selamat meningkat hingga 99.93%).

Pada kasus keguguran, aborsi dan terminasi pun injeksi ini perlu diberikan. RhoGam ini akan menghancurkan sel darah merah janin yang beredar dalam darah ibu, sebelum sel darah merah itu memicu pembentukan antibodi yang dapat menyeberang ke dalam sirkulasi darah janin. Dengan demikian janin akan terlindung dari serangan antibodi. Tidak seperti antibodi yang akan bertahan seumur hidup, RhoGam akan habis dalam beberapa minggu, karena itu, ia cukup aman bagi janin. Pada kehamilan-kehamilan berikutnya, dokter akan terus memantau apakan telah terjadi kebocoran darah janin ke dalam sirkulasi darah ibu, untuk menghindari telah terbentuknya antibodi.

Injeksi RhoGam terus diulang pada setiap kehamilan. Rhesus Anti-D-immunoglobulin tersedia dalam ampul 2ml yang mengandung 1000 unit. Untuk kehamilan 8-12 minggu 375 unit sudah cukup, tapi untuk kehamilan lebih lanjut, harus diberikan 1000 unit. Karena langkanya kehamilan dengan rhesus negatif, maka hanya apotik tertentu saja yang menyediakan RhoGam ini, biasanya harus dipesan terlebih dahulu minimal 5-7 hari sebelum dibeli.

Injeksi RhoGam tidak lagi diperlukan dalam kasus berikut:

  1. Kehamilan muda dibawah 7 minggu, kecuali dalam kondisi tertentu.
  2. Janin juga memiliki rhesus negatif, hal ini dipastikan bila ayah janin juga memiliki rhesus negatif.
  3. Tubuh ibu telah memproduksi antibodi.
  4. Ibu pasti tidak akan hamil atau melahirkan lagi.

Bila ibu menunjukkan kadar antibodi yang sangat tinggi dalam darahnya, maka akan dilakukan penanganan khusus terhadap janin yang dikandung, yaitu dengan monitoring secara reguler dengan scanner ultrasonografi, untuk memantau masalah pada pernafasan dan peredaran darah, cairan paru-paru, atau pembesaran hati, yang merupakan gejala-gejala penderitaan bayi akibat rendahnya sel darah merah.

Tindakan lain yang biasanya diambil ialah dengan melakukan pengecekan amniosentesis secara berkala untuk mengecek level anemia dalam darah bayi. Pada kasus tertentu, kadang diputuskan untuk melakukan persalinan lebih dini, sejauh usia janin sudah cukup kuat untuk dibesarkan diluar rahim. Tindakan ini akan segera diikuti dengan penggantian darah janin dari donor yang tepat. Induksi persalinan juga akan dilakukan pada ibu yang belum mempunyai antibodi bila kehamilannya telah lewat dari waktu persalinan yang diperkirakan sebelumnya, untuk mencegah kebocoran yang tak terduga.

Pada kasus yang lebih gawat, dan janin belum cukup kuat untuk dibesarkan diluar, akan dilakukan transfusi darah terhadap janin yang masih dalam kandungan. Biasanya bila usia kandungan belum mencapai 30 minggu. Proses transfusi ini akan diawasi secara ketat dengan scanner ultrasonografi dan bisa diulang beberapa kali hingga janin mencapai ukuran dan usia yang cukup kuat untuk diinduksi. Setelah bayi lahir, ia akan mendapat beberapa pemerikasaan darah secara teratur untuk memantau kadar bilirubin dalam darahnya. Bila diperlukan akan dilakukan phototerapi. Bila kadar bilirubin benar-benar berbahaya akan dilakukan penggantian darah dengan transfusi. Kadar cairan dalam paru-paru dan jantungnya juga akan diawasi dengan ketat, demikian juga dengan kemungkinan anemia.

Terakreditasi Nomor: LARSI/SERTIFIKAT/096/02/2023

Lulus Tingkat Paripurna      

Bekerja Sebagai Ibadah Ihsan Dalam Pelayanan

Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih

  • Jl. Cempaka Putih Tengah I/1, Jakarta Pusat, Indonesia 10510
  • +6221 4280 1567
  • +6221 425 0451
  • rsijpusat@rsi.co.id

Pendaftaran Pasien Rawat Jalan Khusus BPJS

Pendaftaran Rawat Jalan Pasien Umum, Jaminan Perusahaan & Asuransi

© 2018-2024. Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih